A. Pengertian Matematika
Berbagai pengertian tentang
matematika yang saling berbeda pendapat dimana pengertian tersebut tergantung
sudut pandang yang dijunjung atau diadobsi. Dalam Bahasa Inggris ”mathematics”,
Jerman ”mathematik”, Perancis ”mathematique”, Itali ”matematica”, Rusia
”matematiceski”, Belanda “mathematick/wiskunde” semua istilah tersebut berasal
dari bahasa latin “mathematica” yang mulanya dari bahasa yunani “mathematike”
yang dapat diartikan “mathema” yaitu pengetahuan atau ilmu (knowledge/science).
Semuanya saling berhubungan yaitu ”mathanein” yang berarti belajar atau berpikir.
Jadi pengertian matematika secara etimologis (Ela Tingggih,1972:5) yaitu ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Bernalar yang dimaksudkan yakni
dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran).
Menurut Ruseffendi ET (1980 : 148) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Secara berurutan matematika
terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena
matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam
dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran didalam
struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep –
konsep matematika. Untuk memudahkan agar dapat dipahami maka digunakan notasi
dan istilah yang cermat yang telah disepakati secara global (universal) yang
dikenal sebgai bahasa matematika.
James dalam kamus matematikanya
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan jumlah yang banyak yang
terbagi kedalam tiga bidang yakni aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan
Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logika, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai
ide daripada mengenai bunyi. Reys, dkk mengatakan bahwa matematika adalah telah
mengenai pola dan hubungan suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu
bahasa dan suatu alat. Kemudian Kline (1973) berpendapat bahwa matematika bukan
pengetahuan yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi matematika itu
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi dan alam.
Logika adalah dasar untuk
terbentuknya matematika yang merupakan bayi dari matematika jadi matematika
merupakan masa dewasa dari logika. Awal mula cabang-cabang matematika terdiri
dari aritmatika atau berhitung dan geometri kemudian ditemukan kalkulus yang
berfungsi sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang matematuka baruyang
lebih komplekantara lain antropologi, aljabr (Linier, Abstrak, Himpunan),
Geometri (Sistem geometri, Geometri linier), Analisis Vektor, dll.
B. Matematika Sebagai Ilmu Deduktif
Maksud dari matematika sebgai
ilmu deduksi adalah proses pengerjaan matematik harus bersifat deduktif, tidak
menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus
berdasarkan pembuktian deduktif. Namun seringkali kita masih memerlukan
contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris. Generalisasi yang dibenarkan
dalam matematika adalah generalisasi yang telah dapat dibuktikan secara
deduktif.
Contoh :
Jumlah dua buah bilangan
ganjil adalah bilangan genap
+
|
1
|
-3
|
5
|
7
|
1
-3
5
7
|
2
-2
6
8
|
-2
-6
2
4
|
6
2
10
12
|
8
4
12
14
|
Dari tabel jumlah ini, jelas
bahwa dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam
matematika tidak dibenarkan membuat genaralisasi sebelum membuktikan dengan
cara deduktif. Pembuktian secara deduktif tersebut contohnya sebagai berikut :
Andaikan m dan n sembarang dua
bilangn bult, mak 2m + 1 dan 2n + 1 tentuknya masing-masing merupakan bilangan
ganjil. Jika kita jumlahkan :
(2m+1) + (2n+1) = 2(m+n+1)
karena m dan n bilangan bult, mk (m+n+1) bilangan bulat, sehingga 2 (m+n+1)
adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
Dari contoh ditas dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu deduktif yang tidak menerima
generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi
yang didasarkan pada pembuktian secara deduktif.
D. Matematika Sebagai Ilmu Terstruktur
Maksud dari matematika sebagai
terstruktur yaitu matematika mempelajri tentang pola keteraturan tentang
struktur yang terorganisasikan. Hal itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak
terdefinisikan (underfined terms, basic terms, primitive terms) kemudian pada
unsur yang didefinisikan, ke aksioma/ postulat dan kahirnya pad teorema (Ruseffendi,
1980:50)konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstuktur , logis
dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang
paling kompleks.
Sebagai contoh dapat dilihat susunan topik-topik
dalam matematika, untuk sampai pada topik persamaan linier haruslah melalui
jalur – jalur pasti yang telah tersusun. Sebaliknya apabila jalur-jalur itu
dilanggar, maka konsep persamaan tidak akan tertanam dengan baik.
Dari diagram diatas, terlihat bahwa untuk memahami
konsep persamaan memerlukan konsep-konsep lain yang menjadi prasyaratnya, akan
tetapi tidak perlu setiap konsep dibawahnya dipakai. Cukup dipilih sebuah jalur
tertentu, tergantung dari tujuan instruksionalnya.
Matematika jelas merupakan
ilmu pengetahuan mengenai struktur yang terorganisasikan dengan baik, dan
memang bahwa semua struktur dalam matematika diorganisasikan dengan sistematis
dalam rangkaian urutas yang logis.
D. Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu
Matematika sebagai ratu atau
ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber ilmu yang lain.dengan
kata lain banyak ilmu – ilmu yang penemuannya dan pengembangannya bergantung
dari matematika contohnya, cabang ilmu kimia dan fisika ditemukan dan
dikembangkan melalui konsep kalkulus khususnya tentang diferensial. Dari
kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan, tersirat bahwa matematika
sebagai suatu ilmu berfungsi pula untuk melayani ilmu pengetahuan maksudnya
matematika berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu, juga untuk melayani
kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya. Cabang
matematika yang memenuhi fungsinya dinamakan dengan matematika terapan (Applied
Mathematics).
Salah satu ciri dari
pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan pada teori
psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang populer dibicarakan oleh para
pakar pendidikan. Proses pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk
menuju pada pembangunan manusia seutuhnya, jadi tidak melalui ”trial and eror”.
Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh
dianggap sebagai kelinci percobaan.
Guru haruslah mengetahui tingkat perkembangan
mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan tersebut. Pembeajaran yang tidak memperhatikan tahap
perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengakibatkan siswa mengalami
kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa tidak sesuai dengan
kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan.
A.
ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
Psikologi belajar atau Teori
Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa
yang terdiri dari dua hal yaitu uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan
pada intelektual anak dan uraian tentang kegiatan intelektua anak mengenai
hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Psikologi mengajar atau Teori
Mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia
tertentu (terdapat prosedur dan tujuan mengajar). Menurut istilah dalam kurikulum,
peristiwa belajar mengajar disebut sebagai pembelajaran yang berkonotasi pada
proses kinerja yang sinergi antara setiap komponennya.
Menurut teori Thorndike,
Edward L. Thorndike (1874-1949) mengemukakan hukum belajar ”law of effect” yang
mengatakan bahwa keberhasilan mengajar dapat dicapai apabila respon murid
terhadap stimulus segra diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori ini
disebut juga koneksionisme yang menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Hukum
kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang siswa anak dalam melakukan
suatu kegiatan. Dari hukum kesiapan iniseorang anak akan lebih berhasil
belajarnya jika ia telah siap untuk melakukan Kegiatan Belajar.
Hukum latihan menyatakan bahwa
jika hubungan stimulus respond sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin
kuat sebaliknya makin jarang stimulus dan respon dipergunakan maka makin lemah
hubungan yang terjadi. Kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru
akan memebrikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan
atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Jika asosiasi yang kuat antara
pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertananam lebih lama
dalam ingatan anak. Selain itu banyaknya pengulangan akan sangat menentukan
lamanya konsep diingat anak.
Kualitas dan kuantitas hasil
belajar siswa tegantung dari kualitas dan kuantitas stimulus – respons (S-R)
dalam kegiatan belajar mengajar. Implikasi dari aliran pengaitan dalam kegiatan
belajar mengajar sehari-hari adalah :
1.
Dalam
menjelaskan suatu konsep tertentu guru sebaiknya mengambil contoh yang
sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Metode
pemberian tugas, menggunakan metode latihan (drill dan practice)
3.
dalam
kurikulum materi disusun dari materi yang mudah sedang dan sulit sesuai dengan
tingkat kelas dan tingkat sekolah
Dalam Teori Skinner (Burhus
Frederic Skinner) menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan amat penting dalam proses belajar.
Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah
laku yang sifatnya subjektif. Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur. Penguatan dianggap sebagai stimulus positif
jika penguatan tersebut seiring meningkatnya perilaku anak dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu. Contohnya pujian yang diberikan pada anak yang
mampu memotivasi anak untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang
diraih. Sebaliknya jika respon anak kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
mendukung tujuan pengajaran harus segera dibri penguatan negatif agar tidak
diulangi lagi serta berubah menjadi respon positif. Penguatan negatif ini bisa
berupa teguran, peringatan atau sanksi (hukuman edukatif).
Dalam teori Ausubel menyatakan
bahwa belajar merupakan suatu bermaknanya dan pentingnya penguangan sebelum
belajar dimulai. Dalam hal ini belajar menemukan dengan belajar menerima sangatlah
berbeda. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, namun pada belajar
menemukan konsep ditemukan oleh siswa. Kemudian dibedakan pula belajar
menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal siswa menghafal
materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakana materi yang telah
diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih
dimengerti. Dalam teori ini juga dijelaskan metode ”ekspositori” yaitu metode
mengajar yang paling baik dan bermakna.
Dalam teori gagne mengemukakan
bahwa dalam belajar matematika terdapat dua objek yang dapat diperoleh siswa
yaitu objk langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif
terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek
langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan. Fakta adalah objek
matematika yang tinggal menerimanya, keterampilan berupa kemampuan
berupajawaban dengan tepat dan cepat. Konsep adalah ide abstrak yang
memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek kedalam contoh dan non contoh.
Dalam teori ini belajar dikelompokkan menjadi 8 yaitu ;
1. Belajar isyarat, belajar yang tingkatnya
paling rendah karena tidak ada niat atau spontanitas
2. stimulus respons, kondisi belajar yang ada
niat diniati da responsnya jasmaniah.
3. rangkaian gerak, perbuatan jasmaniah
terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respons
4. rangkaian verbal, perbatan lisan terurut
dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respons
5. belajar membedakan, belajar memisah-misah
rangkaian yang bervariasi
6. pembentukan konsep / tipe pengelompokan,
belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk
dijadikan suatu kelompok
7. pembentukan aturan
8. belajar pemecahan masalah, tipe belajar
yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan. Dalam
pemecaham masalah ini terdapat 5 langkah yang harus dilakukan yakni, menyajikan
masalah dalam bentuk yang lebih jelas, menyatakan masalah dalm bentuk yang lebih
operasiona, menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik, mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh
hasilnya, mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
Dalam teori Pavlov yang
terkenal dengan sebutan teori belajar klasik mengemukakan konsep pembiasaan
(conditioning) jadi dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan
baik maka harus dibiasakan.
Dalam teori Baruda
mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru yang artinya meniru hal-hal
yang dilakukan oleh orang lain terutama guru. Dengan demikian guru harus
menjadi manusia model yang profesional.
Dalam aliran mental
mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumplan otot
dimana agar ia kuat maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan
beban yang makin berat maka otot (otk) itu makin kuat pula.
A.
TEORI PIAGET
Jean Piaget
menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (schemas), yaitu kumpulan
dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan
respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini
berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Proses terjadinya skemata adaptasi dari skemata yang telah
terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Asimilasi, yaitu proses pengintegrasian
secara langsung stimulus baru kedalam skemata yang telah terbentuk. Proses ini
tidak menghasilakn perubahan skemata melainkan hanya menunjang pertumbuhan
skemata secara kuantitas.
b. Akomodasi , yakni proses pengintegrasian
stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Hal ini
terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi karena tidak ada skema
yang sesuai yang telah dimilikinya. Akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara
kualitas.
Dalam
struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi
dengan akomodasi agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat
pada stimulus-stimulus yang dihadapai. Perkembangan kognitif pada dasarnya
adalah perubahan dari keseimbangan yang telah dimiliki ke keseimbangan baru
yang diperolehnya.
Pola
berfikir anak tidak sama dengan pola berfikir orang dewasa. Tahap perkembangan
kognitif atau taraf kemampuan berfikir seorang individu sesuai dengan usianya.
Makin ia dewasa makin meningkat pula kemampuan berfikirnya. Jadi dalam
memandang anak keliru kalau beranggapan bahwa kemampuan anak sama dengan
kemampuan orang dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orang dewasa. Perkembangan
kognitif seorang individu dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi sosialnya.
Agar perkembangan kognitif seorang anak berjalan secara maksimal, anak tersebut
harus diperkaya dengan banyak pengalaman edukatif. Piaget mengemukakan ada
empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara
kronologis (menurut usia kalender) yakni
a. Tahap sensori motor (sensory motoric stage), dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.
Tahap ini pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh)
dan sensori (koordinasi alat indra).
b. Tahap pra operasi (pre operasional stage), dari sekitar umur 2 tahun sampai sekitar
umur 7 tahun. Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi
konkrit. Operasi adala berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda
menurut aturan tertentu (seriation), dan membilang (counting).
c. Tahap operasi kokrit (concrete operational stage), dari sekitar umur 7 tahun sampai
sekitar umur 11 tahun. Tahap ini anak telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda-benda konkrit yang terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berpikir reversibel. Pada
tahap ini ada enam konsep kekekalan yang berkembang yaitu :
·
Kekekalan
banyak (6-7 tahun)
·
Kekekalan
materi (7-8 tahun)
·
Kekekalan
panjang (7-8 tahun)
·
Kekekalan
luas (8-9 tahun)
·
Kekekalan
berat (9-10 tahun)
·
Kekekalan
volum (11-12 tahun)
Kemampuan pada tahap ini antaralain
kemampuan mengurutkan objek berdasarkan panjang (7 tahun), mengurutkan
berdasarkan besar yang sama tetapi berat berbeda (9 tahun), mengurutkan menurut
volumnya (12 tahun). Namun pada tahap ini masih belum mampu untuk merumuskan
sendiri definisi-definisi tersebut secara tepat, belum mampu menguasai simbol
verbal dan ide-ide abstrak.
d. Tahap operasi formal (formal operation
stage), mulai umur 11 sampai seterusnya. Tahap ini merupakan tahap akhir dari
perkembangan kognitif secara kualitas. Anak sudah mampu melakukan penalaran
dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penalaran tersebut diperoleh dengan
menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Pada tahap ini
anak jug telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif
yakni kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya. Serta
telah memiliki kemampuan berfikir kombinatorial (combination thought) yaitu kemampuan menyusun kombinasi-kombinasi
yang mungkin dari unsur-unsur dalam suatu sistem. Contohnya kombinasi warna,
kombinasi beberapa bilangan dan huruf.
B.
TEORI BRUNER
Erome
Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara
konsep-konsep dan struktur-struktur. Dalam proses belajar anak sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dari alat peraga
tersebut anak akan melihat keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam
benda yang sedang diperhatikannya.keteraturan itu kemudian dihubungkan oleh
keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Dalam proses belajarnya,
anak melewati 3 tahap yakni :
- Tahap
enaktif, anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak-atik)
- Tahap
ikonik, kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan mental, yang merupakan
gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung
memanipulasi seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
- Tahap
simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek
tertentu. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil.
Bruner
menemukan beberapa dalil diantaranya:
a. Dalil penyusunan / konstruksi (contruction theorem) yakni jika anak
ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi, dan
semacamnya anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Dalam
tahap awal konsep diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantar anak
kepada pengertian konsep.
b. Dalil notasi (notation theorem), yaitu
dalam penyajia konsep, notasi memegang peranan penting, notasi yang digunakan
menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental
anak.
Contoh : f(x) = 3x – z kita menggunakan notasi
= (3 x ▲) –
2
bagi anak
yang mempelajari konsep fungsi lebih lanjut, diberikan notasi fungsi [(x,y)Iy
= 3x – 2, x,y, = R]. Pendekatan spiral yaitu pendekatan yang menyajikan
ide-ide matematika secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang
bertingkat mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
c. Dalil kekontrasan dan keanekaragaman
(contras and variation theorem). Dalil ini menyatakan bahwa pengontrasan dan
keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep dipahami dengan
mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak sehingga anak mampu mengetahui
karakteristik konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan
atau teorema yang diberikan serta contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan,
sifat atau teoremma sehingga tidak terjadi salah pengertian terhadap konsep.
d. Dalil pengaitan (connectivity theorem).
Dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep
yang lain terdapat hubungan yang erat, bukann saja dari segi isi, namun juga
dari segi rumus-rumus yang digunakakn. Materi yang satu mungkin merupakan
prasyarat bagi yang linnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk
menjelaskan konsep yang lainnya. Misal konsep dalil pythagoras diperlukan untuk
menentukan triple pythagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam
trigonometri.
C.
TEORI GESTALT
John Dewey
mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan
oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan
pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap
belajar.
D.
TEORI BROWNEL
W. Brownell
mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan
pengertian. Belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses bermakna. Teori yang
dikemukakan ini sesuai dengan teori belajar mengajar Gestalt yang muncul
dipertengahan 1930 yakni mengggunakan latihan hafal atau driil merupakan sangat
penting dilakukan dalam kegiatan pengajaran cara ini diterapkan setelah
tertanamnya pengertian.
E.
TEORI DIENES
Dienes
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubungan diantara struktur-struktur. Tiap-tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat
dipahami dengan baik. Jadi objek-objek atau benda-benda dalam bentuk permainan
akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.permainan
bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan
tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan anak mengadakan percobaan dan
mengotak atik (memanipulasi) benda-benda konkret dari unsur-unsur yang sedang
dipelajarinya itu. Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
Formalisasi merupakan tahap dimana anak dituntut untuk megurutkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut.
F.
TEORI VAN HIELE
Menurut Van
Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yakni waktu, materi,
pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ditata secara terpadu
akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang
lebih tinggi. Van hiele menyatakan ada 5 tahap belajar anak dalam belajar
geometri yaitu :
a. Tahap Pengenalan (Visualisasi), anak mulai
belajar mengenai suatu bentu geometri secara keseluruhan namun belum mampu
mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya.
b. Tahap Analisis, anak sudah mulai mengenai
sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamati. Ia sudah mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.
c. Tahap Pengurutan, anak sudah mulai mmapu
melaksanakan penarikan kesimpulan (berpikir deduktif). Namun kemampuan ini
belum berkembang secara penuh. Anak pada tahap ini sudah mampu mengurutkan.
d. Tahap Deduksi , anak sudah mampu menarik
kesimpulan secara deduktif yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus serta telah mengerti
betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan disamping
unsur-unsur yang didefinisikan.
e. Tahap Akurasi, anak sudah mulai menyadari
betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi atau
pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau
postulat-postulat dari geometri euclid. Tahap ini merupakan tahap berpikir yang
tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak
semua anak meskipun sudah duduk dibangku sekolah atas, masih belum sampai pada
tahap berpikir ini.
Ketika seseorang hendak
mencapai sesuatu ia harus memilih pendekatan yang tepat sehingga memperoleh
hasil yang optimal makna dari pendekatan pembelajaran matematika adalah cara
yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan
bisa beradaptasi dengan siswa. Dikatakan oleh nisbet (1985) tidak ada cara
pembelajaran yang benar dan baik dikarenakan perbedaan dalm kemampuan
intelektual, sikap kepribadian sehingga mereka mengadopsi pendekatan karakteristik
yang berbeda dalam proses belajar mengajar. Beberapa pendekatan pembelajarn
matematika antara lain konstruktivisme, problem solving, open ended (pendekatan
terbuka) dan pendekatan realistik.
Berdasarkan pendekatan
kontruktivisme siswa mampu mempresentasikan temuan-temuan yang didapat diluar
pembelajaran sehari-hari kepada teman-temannya dan ketika siswa memberikan
jawaban benar, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau
tidak namun guru hanya mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada
ide yang didapatdan saling tukar pendapat sehingga mereka bisa berbagi strategi
dan penyelesaian. Debat antara satu dengan lainnya berfikir secara kritis
tentang cara yang terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Beberapa prinsip
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan
mendengar kativitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat
dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untk cara-cara dimana pertumbuhan
pengethauan siswa dapat dievaluasi. Dalam kontruktivitisme aktivitas matematika
menggunakan apa yang biasa muncul dalam materi kurikulum kelas biasa. Dalam
konstruktivisme pembelajarannya senantiasa ”problem centered approach” dimana
guru dan siswa terikat dalma pembicaraan yang memiliki makna matematika.
Dari perspektifnya
konstriktivis belajar matematika bukanlah suatu proses ”pengepakan” pengethauan
secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini
didefinidikan bahwa belajar matematka merupakan proses dimana siswa secara
aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalma p[embelajaran matematikan
ini melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan ahanya bilangan dan
rumus-rumus saja. Setiap tahap pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian
terhadap makna dan penyampaian ketrampilan hafalan dengan cara yang tidak ada
jaminan bahw asiswa akan menggunakan keterampilan intelegennya dalam setting
matematika. Belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa
mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka
berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Dalam
mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman, dapat diidentifikasi
10 karakteristik powerful constructions berfikir siswa yaitu :
a. Sebuah struktur denga ukuran kekonsistenan
internal
b. Suatu keterpasuan antar bermacam-macam
konsep
c. Suatu kekonvergenan diantara anek abentuk
dan konteks
d. Kemampuan untk merefleksi dan menjelaskan
e. Sebuah kesinambungan sejarah
f. Terikat kepada bermacam-macam system symbol
g. Suatu yang cocok dengan pendapat experts
(ahli)
h. Suatu yang ppotensial untuk bertindak
sebagai aat untuk konstruksi lebih lanjut.
i.
Sebagai
petunjuk untuk tindakan berikutnya
j.
Suatu
kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan
Peranan guru dan peranan siswa
lain adalah menjustifikasikan berpikirnya siswa dalam matematika. Salah satu
yang mendasar dalam pembelajaran matematika menurut konstruktivis adalah suatu
pendekatan dengan jawab tak terduga sebelumnya dengan suatu ketertarika yang
cerdik dalam mempelajari karakter, keaslian, cerita dan implikasinya. Menurut
konstruktivis, secara substantif belajar matematika adalah proses pemecahan
masalah, konstruktivisme telah memfokuskan secara eksklusif pada proses dimana
siswa secara individual aktif mengkonstruksi realitas matematika merea sendiri.
Indikator belajar mengajar
berdasarkan konstruktivisme, matematika hanyaah sebagai alat untuk berfikir,
fokus utama belajar matematika adlah memberdayakan siswa untuk berfikir
mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya. Dalam pandangan konstruktivisme guru harus secara terus menerus
menyadarkan untuk mencoba melihat keduanya aksi siswa dengan dirinya dari sudut
pandang siswa. Kualitas pembelajaran ditandai seberapa luas dalam lingkungan
belajar ;
·
Mulai
darimana siswa ini berada
·
Mengenali
bahwa siswa belajar dengan kecepatan yang berbeda dan cara yang berbeda
·
Melibatkan
siswa secara fisik dalm proses belajar
·
Meminta
siswa untuk memvisualkan yang imajiner.
Perbedaan paradigma
konstruktivisme dengan pendekatan tradisional adalah dalam konstruktivisme
peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyan siswa, melainkan
mengarahkan mereka untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan matematika
sehingga diperoleh struktur matematika. Sedangkan paradigma tradisional guru
mendominasi pembelajaran dan guru senantiasa menjawab dengan segera terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa.
Posisi guru daam pembelajaran
matematika untuk bernegosiasi dengan siswa yaitu berupa pengajuan pertanyaan-pertanyaan
kembali, atau pertanyaan-pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir lebih
lanjut yang dapat mendorong mereka sehingga penguasaan konsepnya semakin kuat. Evaluasi
dalam pendidikan adalah suatu investigasi sistematis tentang nilai atau merit
tentang suatu tujuan.yang termasuk evaluasi adalah kumpulan bukti-bukti secara
sistematis untuk membantu membuat keputusan tentang sistwa belajar,
pengembangan materi, program. Yang dimaksud evaluasi dan assement adalah cara
guru mengakses (menilai) prestasi siswa belajar matematika. Evaluasi merupakan
thap ketiga dari pembelajaran. Dalam memberikan assement pengetahuan matematika
siswa diperoleh data kemampuan siswa dalam matematika, pengetahuan siswa pada
konsep matematika, prosedur matematika dan kemampuan problem solving, reasoning dan komunikasi.
Pandangan tradisional
memandang matematika sebagai pengetahuan dan keterampilan yang terdefinisi
secara ketat yakni belajar melalui transmisi, belajar dengan sikap yang
compliant (selalu mengalah), menilai siswa melalui tes menggunakan kertas dan
pensil tanpa perlu terlihat. Sebaliknya pandangan konstruktivisme menolak
pembelajaran yang dilakukan oleh pandangan tradisional dan meletakkan tanggung
jawab belajar dari guru kepad murid. Tangung jawab guru dalam proses belajar
adalah untuk menstimulasi dan memotivasi siswa, menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman, mendiagnosa dan mengatasi kesulitan siswa, mengevaluasi.
Seorang guru matematika
hendaknya mempromosikan dan mendorong pengembangan setiap individu didalam
kelas untuk menguatkan konstruksi matematika, untuk pengajuan pertanyan
(posing), pengkonstruksian, pemecahan dan pembenaran masalah-masalah matematika
serta konsep-konsep matematika. Guru juga diharapkan mencoba berusaha
mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksikan dan mengevaluasi kualitas
konstruksi mereka (para siswa).
Beberapa penelitian
pendahuluan dibeberapa negara menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan
pendekatan realisti, sekurang-kurangnya dapat membuat:
·
Matematika
lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu
abstrak
·
Mempertimbangkan
tingkat kemampuan siswa
·
Menekankan
belajar matematika pada ”learning by
doing”
·
Memfasilitasi
penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian
(algoritma) yang berlaku.
·
Menggunakan
konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika (Kuiper & Knuver, 1993)
Salah satu filosofi yang
mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan
aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Menurut
Freudenthal (1991) bahwa matematika adalah suatu pelajaran yang dinamis yang
dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya.
A.
INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Ronberg
(1992) mengatakan bahwa dalam pendidikan khususnya dalam pendidikan matematika,
individu atau kelompok dapat membuat suatu produk baru untuk memperbaiki suatu
pembelajaran, mungkin berupa produk materi pembelajaran baru, teknik
pembelajaran ataupun program pembelajaran baru. Pengembangan baru ini
melibatkan proses engineering dengan cara menemukan bagian-bagian tertentu dan
meletakkannya kembali untuk membuat suatu bentuk baru. Ada empat tahap utama dalam
pengembangan ini yaitu desain hasil, kreasi hasil, implementasi hasil, dan
penggunaan hasil.
Bentuk
inovasi tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan hasil proses belajar mengajar
yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menyerap konsep-konsep,
prosedur, dan algoritma matematika. Pengembangan pembelajaran matematika dengan
pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa
memahami matematika. Usaha-usaha ini dilakukan sehubungan dengan adanya
perbedaan antara ”materi” yang dicita-citakan oleh kurikulum tertulis (intended curriculum) dengan ”materi
yang diajarkan” (implemented curriculum)
(Niss, 1996).
B. PENDEKATAN REALISTIK DIANTARA PENDEKATAN
YANG LAIN
Secara umum
terdapat empat pendekatan pembelajaran matematika yang dikenal Treffers (1991)
membaginya dalam mechanistic,structuralistic,
dan realistic. Menurut filosofi mechanistic bahwa manusia ibarat
komputer, sehingga dapat diprogram dengan cara drill untuk mengerjakan hitungan
atau algoritma tertentu dan menampilkan aljabar pada level yang paling
sederhana atau bahkan mungkin dalam penyelesaian geometri serta berbagai
masalah, membedakan dengan mengenali pola-pola dan proses yang berulang-ulang.
Dalam filosofi structuralistic yang
secara historis berakar pada pengajrn geometri tradisional yakni matematika dan
sistemnya terstruktur secara bik. Manusia dengan kemuliaannya belajar dengan
pandangan dan pengertian dalam berbagai rational, ia dianggap sanggup
menampilkan deduksi-deduksi yang lebih efisien dengan cara mengunakan subjek
mater sistematik dan terstruktur dengan baik. Menurut Freudenthal (1991)
matematika struturalis diajarkan dimenara gading oleh ratio individu yang jauh
dari dunia masyarakat. Menurut filosofi empiristik
bahwa dunia adalah kenyataan. Dalam pandangan ini, kepada siswa disediakan
berbagai material yang sesuai dengan
dunia kehidupan para siswa. Dalam filosofi realistic
kepada siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan, yaitu yang
dari dalam siswa akan memperluas dunia kehidupannya.
Dalam
rangaka realistic mathematics education, Freudenthal (1991) menyatakan bahwa
”Mathematics is human activity”” karenanya pembelajaran matematika disarankan
berangkat dariaktivitas manusia.
C. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN REALISTIK
Terdapat
lima prinsip utama dalam ”kurikulum” matematia realistik ;
a. Didominasi oleh masalah-masalah dalam
konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep
matematika
b. Perhatian diberikan pada pengembangan
model-model, situasi, skema dan simbol-simbol
c. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa
dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif artinya siswa
memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma,
rule atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika
informal menuju matematika formal
d. Interaktif sebagai karakteristik dari
proses pembelajaran matematika
e. ”intertwinning”
(membuat jalinan) antar
topik atau antar pokok bahasan atau antar ”strand”
Dalam
pendekatan realistik mengunakan developmental research Freudentha (1991)
menjelaskan ”developmental research” adalah pengalaman proses siklis dari
pengembangan dan penelitian secara sadar, kemudian dilaporkannya secara jelas. Menurut
Treffers dan dan Goffre (1985, dalam De Lange 1996) bahwa masalah kontekstual
dalam kurikulum realistik beguna untuk mengisi sejumlah fungsi :
a.
Pembentukan
konsep : dalam fase pertama pembelajaran para siswa diperkenankan untuk masuk
kedalam matematika secara alamiah dan termotivasi
b.
Pembentukan
model : masalah-masalah kontekstual memasuk fonasi siswa untuk belajar operasi,
prosedur, notasi, aturan dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model
lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir.
c.
Praktek
dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan.
D. PERTIMBANGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
REALISTIK
Pada
dasarnya pendekatan realistik membimbing siswa untuk ”menemukan kembali” konsep
– konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika atau bila
memungkinkan siswa dapat menemukan sama sekali hal yang belum pernah ditemukan.
Ini dikenal sebagai guided reinvention (Freudenthal,1991). Dikaitkan dengan prinsip-prinsip
pembelajaran dalam pendekatan matematika realistik, berikut ini merupakan
rambu-rambu penerapanya :
a. Bagaimana ”Guru” menyampaikan matematika
kontekstual sebagai starting point pembelajaran
b. Bagaimana ”Guru” menstimulasi, membimbing,
dan memfasilitasi agar prosedur, algoritma, simbol, skema dan model yang dibuat
oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal.
c. Bagaimana ”Guru” memberi atau mengarahkan
kelas, kelompok, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan
caranya sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem
konstekstual sehingga tercipta berbagai macam pendekatan, atau metode
penyelesaian atau logaritma.
d. Bagaimana ”Guru” membuat kelas bekerja
secara interaktif sehingga interaksi diantara mereka antara siswa dengan siswa
dalam kelompok keil, dan antara anggota-anggota kelompok dalam presentasi umum,
serta antara siswa dan guru.
e. Bagaimana ’Guru” membuat jalinan antara
topik dengan topik lain, antar konsep dengan konsep lain, dan antara satu
simbol dengan simbol lain didalam rangkaian topik matematika.
Sebuah
laporan penelitian terhadap implementasi pembelajaran matematika berdasarkan
realistik mengatakan bahwa :
a. sekurang-kurangnya telah mengubah sikap
siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika
b. pada umumnya siswa menyenangi matematika
dengan pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan alasan cara belajarnya
berbeda (dari biasanya), pertanyan-pertanyaannya menantang, adanya
pertanyaan-pertanyaan tambahan sehinngga menambah wawasan, lebih mudah
mempelajarinya karena persoalannya menyangkuut kehidupan sehari-hari (Turmudi,
2000)
4.4 Pendekatan Open – Ended Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam
kehidupan sehari – hari kita selalu menghadapi banyak problem. Permasalahan –
permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis,
namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab masalah
keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika pendekatan problem solving
menjadi tren dalam pembelajaran matematika belakangan ini.
Tidak sedikit guru matematika yang merasa
kesulitan dalam membelajarkan siswa bagaimana menyelesaikan problem matematika.
Kesulitan itu lebih disebabkan suatu pandangan yang mengatakan bahwa jawaban
akhir dari permasalahan merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Padahal perlu
kita sadari bahwa proses penyelesaian suatu problem yang dikemukakan siswa
merupakan tujuan utama dalam pembelajaran problem solving matematika.
4.4.1 Apakah
Pendekatan Open – Ended itu?
Problem yang diformulasikan memiliki
multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap disebut juga problem Open
– Ended atau problem terbuka. Siswa dihadapkan dengan problem Open
– Ended tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih
menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Pembelajaran dengan pendekatan Open
– Ended biasanya dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada
siswa.
Menurut
Shimada (1997) dalam pembelajaran matematika, rangakaian dari pengetahuan,
ketrampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada siswa biasanya
melalui langkah demi langkah. Tentu saja rangkaian ini diajarkan tidak sebagai
hal yang saling terpisah atau saling lepas, namun harus disadari sebagai
rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap dari setiap siswa,
sehingga di dalam pikirannya akan terjadi pengorganisasian intelektual yang
optimal.
Tujuan
dari pembelajaran Open – Ended menurut Nohda (2000) ialah untuk membantu
mengembangkan kegiatan kreatif dan pola piker matematis siswa melalui problem
solving secara silmultan. Hal yang dapat digaris bawahi adalah perlunya member
kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
Dari
perspektif di atas, pendekatan Open – Ended menjanjikan suatu
kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang
diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada
lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara
maksimal dan pada saat yang sama kegiatan – kegiatan kreatif dari setiap siswa
terkomunikasikan melalui proses belajar mengajar. Perlu digaris bawahi bahwa
kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga
aspek berikut.
1. Kegiatan
siswa harus terbuka.
2.
Kegiatan
matematik adalah ragam berpikir.
3.
Kegiatan
siswa dan kegiatan matematik merupakan satu kesatuan.
(1) Kegiatan siswa harus terbuka
Yang
dimaksud kegiatan siswa harus tebuka adalah kegiatan pembelajaran harus
mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas
sesuai kehendak mereka. Misalnya,
Guru menberikan permasalahn seperti berikut kepada siswa:
Dengan
menggunakan berbagai cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan ganjil pertama
mulai dari satu!
Siswa berkesempatan melakukan beragam
aktivitas untuk menjawab permasalahan yang diberikan, sehingga mereka sampai pada
pemikiran seperti berikut.
(i)
(1+9) + (3+17) + (5+15) + (7+13) + (9+11) = 20 x 5 =
100
(ii)
(1+9) + (3+7) + (5+5) + (7+3) + (9+1) + (10x5) = 100
(iii)
1+3 = 4, 4+5 = 9, 9+7 = 16, 16+9 = 25,….
Dari jawaban (iii) siswa ada yang
menemukan pola bahwa,
1+3
= 2x2, 4+5 = 9, 9+7 = 4x4,…. 81+19 =
10x10,
Artinya, 1+3+5+7+9+11+13+15+17+19 = 10x10
= 100 ( jumlah sepuluh bilangan ganjil yang pertama adalah 10² = 100.
Pendekatan
untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan seperti ini akan mengundang kemungkinan
beragam kegiatan matematik yang dapat dilakukan siswa dengan penuh perhatian.
Dengan kata lain di samping potensi pengembangan permasalahan oleh siswa lebih
besar lagi, juga siswa akan sampai pada proses generalisasi. Dengan cara
demikian siswa akan benar – benar merasa berkepentingan dan termotivasi tinggi
untuk menyelesaikan permasalahan sendiri.
(2)
Kegiatan
matematik merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses
pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari – hari ke dalam
dunia matematika atau sebaliknya. Pada dasarnya kegiatan matematik akan
mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia matematika. Kegiatan
semacam ini menjadi suatu pendekatan kognitif dan representative ke dalam dunia
matematika. Di sini secara potensial akan melatih ketrampilan siswa dalam
menggeneralisasi dan mendiversifikasi suatu masalah.
(3) Kegiatan
siswa dan kegiatan matematik merupakan satu kesatuan
Dalam
pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman siswa bagaimana
memecahkan permasalahan dan perluasan serta pendalaman dalam berpikir matematik
sesuai dengan kemampuan individu. Kegiatan siswa dengan matematik dikatakan
silmultan dalam pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematik siswa
terperhatikan guru melalui kegiatan – kegiatan matematik yang bermanfaat untuk
menjawab permasalahan lainnya. Dengan kata lain, ketika siswa melakukan
kegiatan matematika untuk memecahkan permasalahan yang diberikan, dengan
sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk melakukan kegiatan matematik
pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Dengan demikian, guru tidak perlu
mengarahkan agar siswa memecahkan permasalahan dengan cara atau pola yang sudah
ditentukan, sebab akan mengahambat kebebasan siswa untuk menemukan cara baru
menyelesaikan permasalahan.
4.4.2 Orientasi Pendekatan Open – Ended dalam Pembelajaran
Matematika
Banyak
kegiatan berpikir yang sulit terlepas dari matematika, seperti memahami suatu
konsep matematika, memecahkan permasalahan matematik, mengkonstruksi suatu
teori, atau menyelesaikan permasalahan dengan menerapkan matematika. Kegiatan
berpikir seperti ini dapat disebut kegiatan matematika
4.4.3 Mengkontruksi
Problem
Sebenarnya tidak mudah mengembangkan program Open – Ended yang tepat
dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang panjang
di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi
problem tersebut, diantaranya:
·
Sajikan
permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep – konsep matematika
yang diamati dan dikaji siswa.
·
Soal
– soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
hubungan dan sifat – sifat dari variable dalam persoalan itu.
·
Sajikan
bentuk – bentuk atau bangun – bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat
suatu konjektur.
·
Sajikan
urutan bilangan atau table sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
·
Berikan
beberapa contoh kongkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa
mengelaborasi sifat – sifat dari contoh itu menemukan sifat – sifat yang umum.
·
Berikan
beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasi dari
pekerjaannya.
4.4.4 Mengenbangkan Rencana
Pembelajaran
Setelah
guru mengkontruksi problem dengan baik, Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran sebelum problem itu ditampilkan di kelas adalah:
·
Apakah problem itu kaya dengan konsep – konsep matematika
dan berharga?
- Apakah level matematika dari problem
itu cocok untuk siswa?
- Apakah problem itu mengundang
pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Apabila kita
telah menformulasi problem mengikuti kriteria yang telah dikemukakan, langkah
selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran yang baik. Pada tahap ini hal – halyang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut.
Tuliskan respon siswa yang diharapkan
Siswa diharapkan merespon problem Open – Ended dengan berbagai cara.
Oleh karena itu guru harus menuliskan daftar antisipasi respon siswa terhadap
problem. Karena kemampuan siswa dalam mengekspresikan idea atau pikirannya
terbatas, mungkin mereka tidak akan mampu menjelaskan aktivitas mereka dalam
memecahkan problem itu.
Tujuan
dari problem itu diberikan harus jelas
Guru
harus memahami peranan problem itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran.
Problem dapat diperlakukan sebagai topik independen, seperti dalam pengenalan
konsep baru, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajar siswa.
Sajikan problem semenarik mungkin
Konteks permasalahan yang diberikan harus dikenal baik oleh siswa dan harus
membangkitkan semangat intelektual.
Lenkapi
prinsip ‘posing problem’ sehingga siswa memahami dengan mudah maksud dari
problem itu
Problem
harus diekspresikan sedemikian sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah
dan menemukan pendekatan rencananya. Siswa dapat mengalami kesulitan jika
eksplanasi problem terlalu ringkas.
Berikan
waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi problem
Kadang – kadang waktu yang
dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan problem, memecahkannya, mendiskusikan
pendekatan dan penyelesaian, dan merangkum apa yang telah siswa pelajari. Oleh
karena itu guru harus memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk
mengeksplorasi problem. Guru dapat membagi dua periode waktu untuk satu problem
Open
– Ended. Periode pertama, siswa bekerja secara individual atau kelompok
dalam memecahkan problem dan membuat rangkuman dari proses penemuan yang mereka
lakukan. Kemudian periode kedua, digunakan untuk diskusi kelas mengenai
strategi dan pemecahan serta penyimpulan dari guru. Dari pengalaman seperti ini
terbukti efektif.
4.4.5 Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan
Open – Ended
Dalam
pendekatan Open – Ended guru
memberikan permasalahan kepada siswa yang solusinya atau jawabannya tidak perlu
ditentukan hanya satu jalan/cara. Guru harus memanfaatkan keberagaman cara atau
prosedur untuk menyelesaikan masalah itu untuk memberi pengalaman siswa dalam
menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, ketrampilan, dan cara
berpikir matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Keunggulan dari
pendekatan ini antara lain:
·
Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan
sering mengekspresikan idenya.
- Siswa memiliki kesempatan lebih
banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan matematik secara
komprehensif.
- Siswa dengan kemampuan matematika
rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
- Siswa secara intrinsik termotivasi
untuk memberikan bukti atau penjelasan.
- Siswa memiliki pengalaman banyak
untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Di samping keunggulan yang dapat diperoleh dari
pendekatan Open – Ended terdapat beberapa kelemahan, diantaranya:
Ø Membuat dan menyiapkan masalah matematik yang bermakna
bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
Ø
Mengemukakan
masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa
yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang ada.
Ø
Siswa
dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Ø
Mungkin
ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan
karena kesulitan yang mereka hadapi.
1.
PENDAHULUAN
Pemecahan
masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya,siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Suryadi,dkk.(1999)
dalam surveinya tentang “Curent situation on mathematics and science education
in Bandung” menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu
kegiatan matematik yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa di semua
tingkatan mulai dari SD-SMU. Namun hal tersebut masih dianggap sebagai hal yang
paling sulit baik bagi guru yang mengajarkannya dan bagi siswa yang
mempelajarinya.
Berdasarkan
teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne(1970) bahwa keterampilan intelektual
tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Delapan tipe belajar menurut Gagne:
1.
Signal learning
2.
Stimulus-response learning
3.
Chaining
4.
Verbal association
5.
Discrimination learning
6.
Concept learning
7.
Rule learning
8.
Problem solving
Hasil
penelitian Capper (1984) menunjukkan bahwa pengalaman siswa sebelumnya,
perkembangan kognitif, serta minat(ketertarikannya) terhadap matematika
merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam
pemecahan masalah.
Menurut
Polya(1957) solusi soal pemecahan masalah memuat 4 langkah fase penyelesaian:
§
Fase pertama (Memahami masalah)
§
Fase kedua (Merencanakan penyelesaian)
§
Fase ketiga (Menyelesaikan masalah
sesuai rencana)
§
Fase keempat (Melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan)
Berdasar
hasil penelitian Driscoll (1982) pada anak usia sekolah dasar kemampuan
pemecahan masalah erat sekali kaitannya dengan kemampuan pemecahan
masalah.Sedang pada anak yang sudah dewasa kaitan antar kedua hal tersebut
sangat kecil.Disadari atau tidak bahkan seringkali dihadapkan pada suatu hal
yang pelik dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperolah dengan segera.
Dengan demikian ini adalah tugas guru untuk membantu menyelesaikan masalah
dengan spektrum yang luas ini.
2.
MASALAH
DAN PEMECAHAN MASALAH
Suatu
masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus
dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang
anak dan anak tersebut langsung tahu
cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak bisa disebut sebagai masalah. Oleh
karena itu seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai
masalah.
Adanya
rasa tertarik untuk menghadapi “Tantangan” dan tumbuhnya kemauan untuk menyelesaikan tantangan tersebut,merupakan modal utama
dalam pemecahan masalah.
Suatu
masalah dapat dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang relative. Soal
yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, akan tetapi bagi orang lain itu
merupakan soal yang rutin belaka. Dengan demikian, guru harus hati-hati dalam
menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah. Bagi sebagian
besar guru, menyusun soal yang benar-benar bukan merupakan masalah rutin bagi
siswa mungkin termasuk pekerjaan yang sulit. Akan tetapi ini akan bisa diatasi
melalui pengalaman dalam menyajikan soal yang bevariasi baik bentuk, tema
masalah, tingkat kesulitan, serta tuntutan kemampuan intelektual yang ingin
dicapai dan dikembangkan pada siswa.
Perbedaan
antara soal rutin dan soal tidak rutin yaitu:
a.)Soal rutin: mencakup
aplikasi suatu prosedur matematika yang
sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. b.)Soal
tidak rutin: untuk menapai pada prosedur yang benar diperlukan
pemikiran yang lebih mendalam.
Hasil
yang telah diperolah The National Assessment di Amerika Serikat,
mengindikasikan bahwa siswa sekolah dasar pada umumnya menghadapi kesulitan
dalam mengerjakan soal tidak rutin yang memerlukan analisis dan proses berfikir mendalam.
3.
CARA
MENGAJARKAN PEMECAHAN MASALAH
Karena
pemecahan masalah merupakan kegiatan matematika yang sangat sulit,maka sejumlah
besar penelitian telah difokuskan pada pemecahan masalah matematika. Fokus
penelitian antara lain mencakup
karakteristik permasalahan, karakteristik dari siswa sukses atau siswa
gagal, pembelajaran strategi pemecahan masalah yang mungkin dapat membantu
siswa menuju kelompok siswa sukses dalam pemecahan masalah.
Dari
berbagai hasil penelitian, antara lain diperoleh beberapa kesimpulan:
ª Strategi
pemecahan masalah dapat secara spesifik diajarkan
ª Tidak
ada satupun strategi yang dapat digunakan
secara tepat untuk setiap masalah yang dihadapi.
ª Berbagai
strategi pemecahan masalah dapat diajarkan pada siswa dengan maksud untuk
memberikan mereka pengalaman agarmereka dapat memanfaatkannya pada saat
menghadapi berbagai variasi masalah.
ª Siswa
perlu dihadapkan pada berbagai masalah yang tidak dapat diselesaikan secara
cepat sehingga memerlukan upaya mencoba berbagai alternative pemecahan.
ª Kemampuan
anak dalam pemecahan masalah sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan
mereka.
Untuk
dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain: waktu, perencanaan, sumber yang diperlukan,
peran teknologi, dan manajemen kelas.
1)
Waktu
Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah sangat reletif. Jika seseorang dihadapkan pada suatu
masalah dengan waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya tidak dibatasi,maka
kecenderungannya orang tersebut tidak akan mengkonsentrasikan fikirannya secara
penuh pada proses penyelesaian masalah yang diberikan. Sebaliknya jika
seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah dibatasi oleh waktu yang sangat
ketat, maka seluruh potensi fikirannya mungkin akan dikonsentrasikan secara
punuh pada penyelesaian soal tersebut. Beberapa hal yang perlu dikembangkan
kaitannya dengan waktu antara lain: waktu untuk memahami masalah, waktu untuk
mengeksplorasi lika-liku masalah, dan waktu untuk memikirkan masalah.
2)
Perencanaan
Aktifitas pembelajaran dan waktu
yang diperlukan,harus direncanakan serta dikoordinasikan sehingga siswa
memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah, belajar
berbagai variasi strategi pemecahan masalah, dan menganalisis serta
mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih. Dalam menyediakan variasi
permasalahan,soal-soal yang dibuat dapat memuat hal berikut ini:
·
Informasi berlebih atau informasi kurang
·
Membuat estimasi
·
Menuntut siswa untuk membuat pilihan
tentang derajat akurasi yang diperlukan
·
Memuat aplikasi matematika bersifat praktis.
·
Menuntut siswa untuk
mengkonseptualisasikan bilangan-bilangan yang sangat besar atau bilangan yang
sangat kecil.
·
Didasarkan atas minat siswa,atau
kejadian dalam lingkungan mereka.
·
Memuat logik, penalaran, pengujian
konjektur, informasi yang masuk akal.
·
Menuntut penggunaan lebih dari satu
strategi untuk mencapai solusi yang benar.
·
Menuntut adanya proses pengambilan
keputusan.
3)
Sumber
Buku biasanya lebih banyak memuat
masalah yang bersifat rutin, maka guru harus memiliki kemampuan untuk
mengembangkan masalah-masalah lainnya sehingga dapat menambah koleksi soal.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menambah koleksi soal pemecahan
masalah antara lain:
v
Kumpulkan soal-soal pemecahan masalah
dari koran , majalah, atau buku selain buku paket.
v
Membuat soal sendiri,sesuai ide sendiri.
v
Memanfaatkan situasi yang muncul secara
spontan khususnya yang di dasarkan atas
pertanyaan dari siswa.
v
Saling tukar soal dengan sesama teman
guru.
v
Mintalah siswa untuk menulis soal yang
dapat dipertukarkan di antara mereka.mungkin dari situ ada yang layak untuk
dikoleksi.
4)
Teknologi
Walaupun sebagian besar kalangan ada yang tidak setuju
kalkulator digunakan untuk proses belajar,akan tetapi dengan membatasi
penggunaannya hanya pada hal-hal tertentu,alat tersebut perlu dipertimbangkan
penggunaannya.karena kalkulator digunakan untuk membantu mempercepat proses
perhitungan rutin maka siswa dapat lebih difokuskan pada kegiatan pemecahan
masalah.alasan utamanya adalah bahwa waktu yang biasanya digunakan untuk
melakukan perhitungan rutin dapat dialihkan untuk melakukan peningkatan
keterampilan lainnya yang levelnya lebih tinggi.
5)
Manajemen
kelas
Dalam mengajarkan pemcahan masalah, maka
beberapa setting kelas yang mungkin dikembangkan antara lain:
Model klasikal (mengelompokkan siswa pada
kelompok kecil, small group cooperative learning).
Model belajar individual atau bekerja
sama dengan anak lainya(berdua).
4.
STRATEGI
PEMECAHAN MASALAH
Menurut
George Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat 4 langkah yang perlu
dilkukan:
1.
Memahami masalah
2.
Merencanakan pemecahannya
3.
Menyelesaikan masalah sesuai rencana
langkah kedua
4.
Memeriksa kembali hasl yang diperoleh(
looking back)
Strategi
masalah yang mungkin diperkenalkan pada anak sekolah dasar:
Strategi Act it out
Strategi
ini dapat membantu siswa dalam proses visualiasi masalah, dilakukan dengan
menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda
kongkrit.
Membuat gambar atau diagram
Strategi
ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam
masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat
dengan lebih jelas.
Manemukan pola
Kegiatan
yang berkaitan dengan proses menemukan pola dapat mulai dilakukan melalui
sekumpulan gambar atau bilangan.
Membuat tabel
Mengorganisasi
data kedalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu pola
tertentu dalam mengindentifikasi informasi yang tidak lengkap.
Memperhatikan semua kemungkinan secara
sistematik
Strategi
ini biasanya digunakan bersamaan dangan
strategi mencari pola dan menggambar tabel.
Tebak dan periksa (Guess and Check)
Strategi
menebak yang dimaksudkan disini adalah menebak yang didasarkan pada alasan
tertentu serta kehati-hatian.
Strategi kerja mudur
Suatu
masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yng diketahui itu
meruakan suatu hasil dari proses tertentu.
Menentukan yang diketahui,yang
ditanyakan,dan informasi yang diperlukan
Menggunakan kalimat terbuka
Walaupun
strategi ini termasuk sering digunakan. akan tetapi pada langkah awal sering
sekali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai. Untuk
sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi
lain.
Menyelesaikan masalah yang mirip atau
masalah yang lebih mudah
Sebuah
soal adakalanya sangat sulit untuk diselesikan karena didalamya terkandung
permasalahan yang cukup kompleks misalnya menyangkut masalah yang sangat besar
, bilangan yang sangat kecil, atau berkaitan dengan pola yang cukup kompleks.
Mengubah sudut pandang
Strategi
ini sering digunakan setelah kita gagal
untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi lainnya.
5.
PENTINGNYA
PEMERIKSAAN KEMBALI HASIL (Looking Back)
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dikusi dan mempertimbangkan kembali proses
penyelesaian yang telah dibuat meruakan faktor yang sanga signifikan untuk
meningkatkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah.
Hal-hal
penting yang bisa dikembangkan dalam langkah terakhir dari strategi Polya dalam
pemecahan masalah yaitu:Mencari
kemungkinan adanya generalisasi, melakukan pengecekan terhadap hasil yang
diperoleh, mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang sama, mencari
kemungkinan adanya penyelesaian lain, dan menelaah kembali proses penyelesaian
masalah yang telah dibuat.
6.
METAKOGNISI
Metakognisi
adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang kita ketahui tentang dirinya
sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan
perilakunya. Ini adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri
sehinga apa yang kita lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Beberapa
hal yang dapat dilakukan seorang guru untuk menolong anak mengembangkan
kesadaran metakognisinya antara lain melalui kegiatan-kegiatan berikut ini:
·
Ajukan pertanyaan yang berfokus pada Apa dan Mengapa
·
Kembangkan berbagai aspek pemecahan
masalah yang dapat meningkatkan prestasi anak.
·
Dalam proses pemecahan suatu masalahanak
harus secara nyata melakukannya secara mandiri atau berkelompok sehingga mereka
merasakan langsung liku-liku proses untuk menuju pada suatu penyelesaian.
7.
CONTOH
PENERAPAN STRATEGI PENYELESAIAN
MENURUT POLYA
Susunlah bilangan-bilangan 1 sampi 9 kedalam tiap
daerah persegi pada gambar di bawah ini sehingga jumlah tiap baris, kolom, dan
diagonal utamanya adalah sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar